Presidensi G20 RI Ingin Hasilkan Proyek Pendukung Pemulihan Ekonomi

Pemerintah menargetkan Presidensi G20 Indonesia dapat menghasilkan proyek ekonomi yang implementatif untuk mendukung pemulihan ekonomi global. (REUTERS/Willy Kurniawan).

JAKARTA -- Pemerintah menargetkan Presidensi G20 Indonesia dapat menghasilkan proyek ekonomi yang implementatif untuk mendukung pemulihan ekonomi global.

"Presiden RI Joko Widodo sudah menyampaikan arahan agar Presidensi G20 menghasilkan proyek dan kerja sama ekonomi yang implementatif sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi global," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (28/6).

Airlangga mengungkapkan Presidensi G20 Indonesia fokus pada tiga prioritas utama. Pertama, menata kembali arsitektur kesehatan dunia yang lebih inklusif dengan menjamin ketersediaan vaksin yang lebih merata dan sistem kesehatan yang tangguh dan inklusif.

Kedua, mendorong transformasi ekonomi berbasis digital untuk mendorong UMKM dan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Ketiga, mempercepat transisi energi yang lebih ramah lingkungan yang tidak hanya adil antara kepentingan negara berkembang dan negara maju, tetapi juga harus terjangkau, baik dari sisi teknologi maupun pembiayaannya.

"Ketiga topik utama tersebut akan menjadi panduan bagi para Pemimpin Negara G20 untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang pro rakyat, konkret, dan dapat diimplementasikan," ujarnya.

Pada Presidensi G20 2022, sambungnya, Indonesia berupaya menyeimbangkan beragam kepentingan dari seluruh anggota G20, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal tersebut berlaku dalam pembahasan banyak agenda Sherpa maupun Finance Track, termasuk isu kesehatan, energi, lingkungan, perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

Terkait transisi energi, Presidensi G20 Indonesia salah satunya digunakan untuk mengenalkan skenario Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission pada 2060. Negara anggota G20 juga harus berfokus pada sumber pendanaan untuk investasi pada transisi energi ke energi terbarukan.

"Ada semacam model yang sedang dibahas dengan ADB dan lembaga keuangan lain yakni model yang akan optimal secara ekonomi untuk mempercepat transisi, terutama energi yang berbasis fosil, khususnya PLTU," terangnya.

Guna mengantisipasi terjadinya krisis energi imbas perang Rusia dan Ukraina, setiap negara termasuk di Eropa mengutamakan keamanan pasokan energi. Terlebih, Benua Biru akan mengalami musim dingin sehingga membutuhkan diversifikasi suplai energi dari Rusia, misalnya berupa LNG dan batu bara.

"Dalam jangka menengah, energi terbarukan tetap penting, Indonesia tetap mendorongnya dengan berbagai kegiatan. Pemerintah juga akan memberikan insentif seperti insentif fiskal, sehingga proses transisi menuju energi terbarukan akan tercapai dalam waktu tak terlalu lama," jelasnya.

Lebih lanjut, Airlangga menilai dunia membutuhkan sumber pertumbuhan baru. Salah satu yang paling memungkinkan adalah melalui digitalisasi yang kian pesat usai pandemi.(CNN indonesia)


No comments

Powered by Blogger.