Pilgub Sumsel 2024, “Beradu Nyiram” Strategi Pamungkas??
IndralayaOganPost
Seperti diketahui Pemilihan Gubernur Sumsel Tahun 2024 tinggal menghitung hari yakni pada tanggal 27 November mendatang. Publik tentu bertanya tanya siapa yang akan menjadi pemenang dan mampu merebut kursi Sumsel 1.
Pengamat Politik Ade Indra Chaniago menyatakan tidak ada solusi selain beradu "nyiram" sebagai strategi pamungkas memenangkan suara rakyat pada Pilkada Serentak ini.
“Kalau kita bertanya strategi pamungkas ya melihat kondisi masyarakat sepertinya tidak ada solusi selain kata orang Palembang nyiram," ungkap Dr (Cand) Ade Indra Chaniago, M.Si saat menjadi pembicara Diskusi Publik yang digelar Relung Forum bersama Forum Jurnalis Parlemen (FJP), Sabtu (16/11/2024) malam.
Ade yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan dan Politik (PSKP) mengakui praktik money politic memang hal seperti ini tidak bisa dihindarkan dengan kondisi masyarakat yang tidak pernah mendapatkan pendidikan politik.
Ditambah lagi kondisi perekonomian yang hari ini sangat sulit. Mayoritas masyarakat miskin. Dan itu terbukti dari hasil survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga kredibel.
“Dia harus yakin apa yang mereka berikan itu sampai. Jadi jangan sampai menggarami air di laut,” jelasnya.
Infrastrukturnya siapa yang paling kuat itu yang paling berpeluang. Kalau sudah bicara seperti ini, tentu lawan politiknya harus melakukan hal yang sama.
Pertarungannya hari ini adalah seberapa besar atau siapa yang paling besar memberikan dan kemudian yang sampai itu siapa?
"Ini yang bisa dilakukan hari ini untuk memenangkan kontestasi. Saya gak melihat ada solusi lain hari ini dengan kondisi masyarakat kita yang tidak lagi melihat kapasitas, tetapi lebih melihat isi tas dari kandidat," kata Ade yang jug dosen ilmu politik di STISIPOL Candra Dimuka Palembang.
Ade Indra Chaniago menegaskan bahwa politik uang tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga menghalangi terpilihnya pemimpin berkualitas.
“Praktik ini membuat masyarakat memilih karena iming-iming uang, bukan berdasarkan kompetensi calon. Hal ini menjadi tantangan besar bagi demokrasi kita," ungkapnya.
Menurut Ade, pendidikan politik harus menjadi prioritas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Hanya sekitar 10 persen pemilih di Indonesia yang rasional. Sekitar 10 persen lagi pemilih tradisional. Sisanya skitar 80 % floating mass atau masa mengambang. Jika masyarakat cerdas, praktik money politic akan sulit berkembang," tambahnya.(**)
No comments