Adian Napitupulu Buka Suara soal Jokowi Punya Intelijen Jeroan Parpol
Politikus PDIP Adian Napitupulu buka suara ihwal pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan dapat informasi intelijen soal jeroan partai politik DPP PDIP
JAKARTA -- Politikus PDIP Adian Napitupulu buka suara ihwal pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan dapat informasi intelijen soal jeroan partai politik hingga arah mereka menuju ke mana.
Adian menilai tidak ada pelanggaran dalam pernyataan Jokowi yang mengaku mendapat informasi intelijen tersebut dalam kapasitas sebagai presiden.
"Kalo dia cuma duduk di Istana lalu masing-masing menteri, kapolri, intelijen melaporkan boleh," kata Adian dalam acara The Political Show CNN Indonesia TV, Senin (18/9).
Adian mengatakan pelanggaran baru dapat dibilang terjadi jika Jokowi bertindak secara aktif dengan menggunakan aparat intelijen untuk mendapatkan informasi demi kepentingan pribadinya.
"Tapi kalo sengaja eh intip dong Habibur, eh intip dong Sekjen PKS, eh sadap dong, itu enggak boleh. Eh, ikuti dong dia kemana saja, enggak boleh," tutur Adian.
Kendati demikian, Adian mengaku tak bisa memastikan informasi intelijen yang didapatkan Jokowi tidak disalahgunakan.
Ia mengatakan kepastian penggunaan data intelijen yang sesuai dengan aturan tersebut hanya dapat ditanyakan kepada Jokowi sebagai penerima informasi.
"Makanya kita harus tanya presiden Jokowi, tanya sama dia. Maksudnya apa. Tapi kalo dia cuma duduk, intelijen melaporkan. Semua harus melaporkan ke dia, betul," ujar Adian.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku memiliki informasi utuh dari intelijen terkait situasi dan arah politik parpol. Hal itu ia sampaikan saat menghadiri rapat kerja nasional (rakernas) relawan Seknas (Sekretariat Nasional) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9).
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa, saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu, ingin menuju ke arah mana saya juga ngerti," kata Jokowi.
Ia kemudian menyinggung tahun 2024 menjadi tahun penting bagi Indonesia untuk melompat menjadi negara maju. Namun untuk bisa ke sana, Jokowi mengatakan semua sangat tergantung pada kepemimpinan.
"Jadi informasi yang saya terima komplet. Dari intelijen saya ada BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen di TNI saya punya, dan informasi di luar itu," ujar Jokowi.
Tuai polemik
Klaim Jokowi tersebut belakangan menuai perdebatan karena sejumlah pihak menilai informasi intelijen harusnya hanya berkaitan dengan kepentingan negara, bukan kepentingan politik presiden.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Joanes Joko menilai polemik ini muncul lantaran terdapat framing yang berfokus di dua menit akhir pidato.
"Framing 2 menit terakhir, tapi kalo dilihat menyeluruh konteksnya, saya enggak yakin yang di sini juga melihat pidato presiden secara utuh. Karena pidato presiden secara utuh itu 24 menit," kata Joanes.
Menurut Joanes, Jokowi mengatakan hal tersebut dengan niat untuk memberikan kepastian bahwa pilpres 2024 mendatang akan berlangsung kondusif.
"Dalam konteks itu Pak Presiden ingin mengatakan tenang saja. Ini kalo penafsiran kami, tenang saja saya tahu kok datanya saya tahu kok situasinya parpol hari ini gimana saya tahu," ujar Joanes.
"Ini semuanya dalam posisi termonitor semuanya dalam koridor, masyarakat tenang saja masyarakat terus berjalan," Joanes menambahkan.
PKS Singgung Abuse of Power
Dalam acara yang sama, Sekretaris Jenderal PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi pun merespons dengan mengatakan terdapat potensi penyalahgunaan kekuasaan jika informasi tersebut digunakan Jokowi untuk kepentingan suatu partai tertentu
"Tapi kalo untuk kepentingan pribadi atau partai itu abuse of power itu yang gaboleh," kata Aboe.
Kendati demikian, Aboe mengaku partainya tak merasa terancam atas pernyataan Jokowi itu. Terlebih, posisi Jokowi sebagai Presiden dianggap tepat untuk menerima informasi intelijen itu.
Namun, ia menyayangkan atas perbuatan Jokowi yang menyampaikan pernyataan tersebut kepada khalayak publik.
"Jadi buat kami gak ancaman, jadi artinya presiden melakukan itu sebenernya memang sudah fungsinya," kata Aboe.
"Cuma yang jadi permasalahan kenapa harus diungkap ke publik apa urusannya dengan publik," imbuhnya.
DPR Buka Opsi Panggil Menko Polhukam Untuk Klarifikasi
Aboe yang juga menjabat sebagai anggota Komisi III DPR RI mengaku membuka peluang untuk memanggil Menko Polhukam Mahfud MD untuk meminta klarifikasi atas pernyataan Jokowi itu.
Aboe mengatakan akan membahas opsi pemanggilan tersebut bersama Ketua Komisi III DPR RI jika telah mendapat surat permintaan dari masyarakat.
"Kalo permintaan dari masyarakat itu ada, oh kami akan bilang pak ketua mari kita panggil mitra," ujar Aboe.
Ia pun tak menutup kemungkinan akan berkoordinasi dengan Komisi I untuk turut memanggil Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk dimintai klarifikasi terkait polemik itu.
"Berdasarkan surat permohonan dari masyarakat sipil kita panggillah Menko Polhukam, Menhan, sungguh pun itu komisi I tapi kalo memang disepakati kita izin dengan komisi I terus kita undang why not," tandas Aboe.(CNN Indonesia)
No comments