Hati-hati, Lonjakan Inflasi Global Belum Capai Klimaks

CEO Goldman Sachs David Solomon memperingatkan lonjakan inflasi global yang terjadi sekarang ini belum mencapai klimaksnya. (AP/Francisco Seco).

JAKARTA -- CEO Goldman Sachs David Solomon memperingatkan lonjakan inflasi global yang terjadi sekarang ini belum mencapai klimaksnya. Karenanya, ia meminta setiap negara di dunia harus mempersiapkan kebijakan untuk menangani hal tersebut karena masih ada peluang untuk mengantisipasinya.

"Ada peluang bagus bahwa kita belum mencapai puncaknya," ungkap Solomon seperti dikutip dari CNN Business, Kamis (21/7).

Lebih lanjut ia mengatakan jika inflasi mencapai klimaks, risiko resesi kian nyata. Apalagi, bank sentral AS (The Fed), telah menaikkan suku bunga tiga kali di sepanjang tahun ini.

"Setiap kali Anda mengalami inflasi tinggi dan mengalami pengetatan ekonomi, Anda akhirnya mengalami semacam perlambatan ekonomi. Jadi, saya pikir kemungkinan kita mengalami resesi tinggi," kata Solomon.

Lonjakan inflasi terjadi di banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan, ada yang inflasinya mencapai rekor tertinggi dalam puluhan tahun terakhir. Penyebabnya, tak lain adalah perang Rusia dan Ukraina. Ketegangan antar dua negara ini mengakibatkan lonjakan harga-harga berbagai komoditas dunia, terutama minyak dan pangan.

Kenaikan harga-harga ini membuat lonjakan inflasi yang tinggi jadi tidak terelakkan. Beberapa di antaranya AS dengan inflasi 9,1 persen pada Juni 2022. Ini adalah level tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Kemudian, Turki dengan realisasi inflasi 78,62 persen pada Juni 2022. Angka ini menjadi inflasi tertinggi dalam 24 tahun terakhir.

Lonjakan inflasi itu dikarenakan tidak ada subsidi yang diberikan pemerintah untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM). Harga BBM dibiarkan bergerak mengikuti harga pasar, sehingga inflasi ikut melonjak. Selanjutnya, ada Selandia Baru yang mencatatkan inflasi sebesar 7,3 persen pada Juni 2022. Angka inflasi ini mencapai level tertingginya dalam 32 tahun terakhir.

Sementara, inflasi tahunan Inggris melonjak jadi 9,4 persen pada Juni kemarin. Inflasi itu merupakan yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Sama dengan negara lainnya, inflasi di Selandia Baru dan Inggris melonjak dipicu kenaikan harga BBM dan makanan.

Jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa dan Amerika, inflasi di Asean terpantau terkendali. Pasalnya, negara seperti Indonesia dan Malaysia terus menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi. Tercatat, inflasi Indonesia 4,35 persen pada Juni 2022.

Sementara, inflasi Malaysia mencapai 2,8 persen pada Mei 2022. Sedangkan, negara-negara Asean lainnya, seperti Brunei baru merilis data inflasi hingga Maret 2022 yang tercatat 3,8 persen. Kemudian, Kamboja yang pada Maret mencatatkan inflasi 7,2 persen.

Selanjutnya, Myanmar baru merilis data inflasi pada Januari 2022 yang tercatat sebesar 13,82 persen.(CNN indonesia)


No comments

Powered by Blogger.