Tarik Ulur Aturan Pembatasan Beli BBM Subsidi Pertalite

Pekerja menempel gambar informasi tentang BBM jenis Pertalite jelang uji pasar di SPBU Coco, Abdul Muis, Jakarta, Kamis (23/7). PT Pertamina (Persero) secara resmi akan menjual BBM jenis Pertalite dengan kandungan 'Research Octane Number' (RON) 90 pada Jumat (24/7) dan akan didistribusikan di 103 SPBU dengan target penjualan rata-rata pada minggu pertama sebanyak 500.000 liter per hari. - ANTARA

JAKARTA
-- Pemerintah tak kunjung merampungkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 yang bakal menjadi payung hukum pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. 

Aturan tersebut tak kunjung terbit, padahal konsumsi BBM bersubsidi telah melampaui proyeksi awal tahun ini. Selain itu, disparitas harga keekonomian BBM bersubsidi juga makin lebar. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah berulang kali menyampaikan kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 yang terbatas untuk menambal selisih harga keekonomian BBM bersubsidi. 

Namun, penerbitan revisi aturan penyaluran BBM masih lamban dilakukan. 
 Teranyar saat membuka Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/8/2022), Jokowi menggarisbawahi harga keekonomian Pertalite semestinya berada di posisi Rp17.100 per liter atau terpaut lebih 100 persen dari harga yang ditetapkan pemerintah saat ini Rp7.650 per liter. 

“Bayangkan kalau Pertalite naik dari Rp7.650 harga sekarang ini, ke harga yang benar Rp17.000, demonya berapa bulan? Naik 10 persen saja demonya dulu 3 bulan kalau naik 100 persen lebih, berapa bulan,” kata Jokowi. 


Selisih harga yang mesti dibantu pemerintah itu, imbuhnya, menyebabkan beban subsidi untuk pos anggaran energi, termasuk listrik dan LPG 3 kilogram di dalamnya, tembus di angka Rp502 triliun hingga paruh kedua tahun ini.  
 

“Pemerintah mengeluarkan subsidi yang tidak kecil Rp502 triliun yang tidak ada negara berani memberikan subsidi sebesar yang dilakukan Indonesia,” kata Jokowi.

Target Implementasi 

Implementasi aturan pembatasan pembelian BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar awalnya ditargetkan pada Agustus 2022. Namun, hingga menjelang pertengahan Agustus aturannya belum terbit juga. Belakangan, muncul pernyataan dari BPH Migas bahwa aturan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar baru akan meluncur pada September 2022.

Bank Dunia sebelumnya telah menyampaikan bahwa pemerintah perlu segera mengevaluasi program subsidi BBM, pasalnya sebagian besar alokasi BBM bersubsidi justru dinikmati oleh orang kelas menengah atas atau kelompok masyarakat mampu.  
 

Kementerian ESDM menyebutkan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait masih melihat tren harga minyak mentah dunia yang belakangan mulai mengalami penurunan pada triwulan ketiga tahun ini.  
 

“Harga minyak turun lagi, begitu turun, naik lagi jadi ada kelompok yang tidak suka harga itu rendah, maunya di atas seratusan, itu yang tidak bisa diprediksi,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji saat ditemui Bisnis belum lama ini.  

Sementara itu, Anggota Komisi BPH Migas Saleh Abdurrahman mengaku, belum mendapat laporan mutakhir dari Kementerian ESDM terkait revisi Perpres No.191/2014.

Kendati demikian, dia berharap, revisi Perpres itu dapat rampung bulan depan untuk dapat segera diimplementasikan di tengah rata-rata konsumsi BBM bersubsidi itu yang diprediksi melebih kuota pada triwulan keempat tahun ini.  
 

“Kami tunggu aturannya dulu baru diterapkan. Harapannya September,” ujarnya.

Adapun, pembatasan pembelian BBM bersubsidi nantinya akan menggunakan aplikasi My Pertamina. Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) mengatakan jumlah kendaraan yang sudah mendaftar MyPertamina sampai dengan Senin (8/8/2022) sudah mencapai 540.000. 

"Saat ini [yang mendaftar] sudah 540.000 kendaraan," kata Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting saat dihubungi Bisnis Senin (8/8/2022). 

Irto juga mengatakan saat ini pendaftaran MyPertamina sudah bisa dilakukan di setiap provinsi di Indonesia. Adapun, pendaftaran MyPertamina ini dilakukan sebagai program subsidi BBM tepat sasaran. 

Terkait rencana pembatasan pembelian Pertalite dan Solar melalui aplikasi MyPertamina, Irto menyebut pihaknya masih menantikan revisi Perpres Nomor 191/2014.

“Kita saat ini masih menunggu revisi Perpres 191/2014. Harapannya bisa segera diimplementasikan QR Code,” ujar Irto 

Harga Minyak Mentah 

Adapun, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) pada Juli 2022 sebesar US$106,73 per barel atau turun US$10,89 persen dari posisi sebelumnya di angka US$117,62 per barel.  
 

Tim Harga Minyak Mentah Indonesia melaporkan penurunan harga minyak mentah dunia itu disebabkan karena pasokan komoditas energi primer yang kembali meningkat pada Juni dibandingkan dengan produksi sebelumnya.  
 

Dikutip dari Executive Summary Tim Harga Minyak Mentah Indonesia, harga rata-rata minyak mentah utama pada Juli 2022 dibandingkan Juni 2022 mengalami penurunan dipicu karena produksi minyak mentah global yang meningkat rata-rata 1,32 juta bopd menjadi 99,82 juta bopd pada Juni 2022.  
 

Sementara, IEA dalam laporan Juli 2022, menunjukkan pasokan minyak dunia mengalami lonjakan 690 ribu bopd menjadi 99,5 juta bopd pada Juni 2022 dibandingkan dengan produksi bulan sebelumnya. 

“Kajian-kajian untuk revisi Perpres sudah cukup matang, tapi kan kita tidak bisa sampaikan karena harus resmi dulu karena draft bisa saja berubah,” kata Tutuka.

Kuota Menipis 

Di sisi lain, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebelumnya memperkirakan ketersediaan BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar bakal habis pada Oktober 2022 di tengah tingkat rata-rata konsumsi masyarakat yang berada di kisaran 10 persen setiap harinya.  


 Anggota Komisi BPH Migas Saleh Abdurrahman membeberkan realisasi konsumsi BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar masing-masing sudah berada di atas 50 persen hingga 20 Juni 2022. Malahan konsumsi rata-rata BBM bersubsidi sudah melebihi kuota yang ditetapkan dengan rata-rata di atas 10 persen setiap harinya.  
 

“Jika kita tidak melakukan pengendalian maka kita akan menghadapi subsidi kita akan habis antara Oktober atau November,” kata Saleh. 


Berdasarkan data milik BPH Migas hingga 20 Juni 2022, realisasi konsumsi solar sudah mencapai 51,24 persen dari kuota yang ditetapkan sebesar 15,10 juta kiloliter pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. 

Sementara itu, realisasi penyaluran pertalite sudah mencapai 13,26 juta kiloliter atau sebesar 57,56 persen dari kuota yang dipatok dalam APBN 2022 di angka 23,05 juta kiloliter.  BPH Migas bekerja sama dengan Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada sudah menyodorkan sejumlah kriteria untuk pembatasan pembelian BBM bersubsidi kepada pemerintah pada pertengahan tahun ini.  
 

Rencananya, skema pembatasan pembelian JBKP pertalite bakal berpatok pada CC kendaraan. Nantinya, konsumen yang tidak mendapat akses untuk membeli pertalite adalah kendaraan roda dua dan empat dengan kapasitas mesin di atas 2.000 CC. BPH mengkategorikan kendaraan roda dua dan empat di atas 2.000 CC sebagai barang mewah.

Tambahan Kuota 

Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga meminta pemerintah untuk menambah kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mencapai 7,65 juta kiloliter (KL) untuk menutupi potensi kelebihan permintaan masyarakat pada paruh kedua tahun ini.  
 

Adapun, usulan itu diajukan berbarengan dengan upaya percepatan pembatasan pembelian BBM bersubsidi lewat revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM pada pertengahan tahun ini.  
 

“Kita juga melakukan pengusulan penambahan kuota ini opsi untuk menambah pasokan. Alhamdulillah, sekarang berprogres untuk penambahan kuota ini kita coba selaraskan dengan revisi Perpresnya,” kata Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra saat Webinar SUKSE2S, Rabu (29/6/2022).   
 

Berdasarkan perhitungan PT Pertamina Patra Niaga, estimasi permintaan untuk JBT solar mencapai 17,2 juta KL dan JBKP Pertalite di angka 28,4 juta KL. 

Sementara kuota tersedia untuk JBT solar hanya berada di angka 14,9 juta KL dan JBKP Pertalite sekitar 23,05 juta KL. Dengan demikian, terdapat kesenjangan ketersediaan kuota yang cukup lebar hingga 7,65 KL pada paruh kedua tahun ini.  
 

“Permintaan untuk BBM itu naik 8 persen sementara kuotanya tetap berarti kalau mau capping kuota, kita harus intervensi atas demand supaya pasokannya bisa sama nanti ketemu keseimbangannya,” ungkapnya.(Bisnis.com)


No comments

Powered by Blogger.