Sastra Lisan Berkolerasi dengan Prinsip Kesopanan: Mengenal Lebih Dekat Gadis OKI melalui Cerita Rakyat Putri Jari Sakti

                                                                                                                                       Ernani & M. Rohmadi

(Mahasiswa S3 PBI Universitas Sebelas Maret/Dosen PBI Universitas Islam Ogan Komering Ilir Kayuagung & Dosen S3 PBI Universitas Sebelas Maret)

Sastra lisan merupakan khasanah daerah yang harus tetap dilestarikan sebagai identitas daerah tersebut. Pengenalan identitas dapat ditemukan melalui cerita rakyat yang menyuguhkan berbagai kebiasaan dan tuturan apa saja yang digunakan dalam berkomunikasi antarsatu dengan lainnya. Salah satu tuturan yang layak kita ketahui ialah tuturan Gadis OKI (Ogan Komering Ilir) yang terdapat di cerita rakyat. Di antaranya cerita rakyat Putri Jari Sakti, Cinta Juliah Putri Ningrat, Putri Rambut Putih, Putri Berambut Emas, dan Seriang Kuning. Tuturan-tuturan yang dilakukan oleh gadis desa OKI semua berorientasi dengan prinsip kesopanan. Hal itu sebagai ciri khas gadis OKI yang menjunjung tinggi adab dan etika dalam berinteraksi dengan masyarakat di daerah tersebut maupun di luar daerah Ogan Komering Ilir.

Prinsip sopan santun dilakukan oleh penutur  dengan mitra tutur disaat hanya ada penutur dan lawan tutur atau ada lawan tutur lainnya dalam satu peristiwa tutur. Disinilah bisa dilihat apakah antara penutur dan lawan tutur menerapkan prinsip kesopanan yang memang harus direalisasikan guna terciptanya komunikasi yang positif, serta menjaga perasaan orang yang menjadi mitra tutur. Di era modern sekarang ini, yang semuanya telah tercanggihkan oleh berbagai aplikasi, menuntut kita supaya tidak memudarkan norma-norma kesopanan dan etika dalam berbicara. Tujuannya untuk menghindarkan berbagai kesalapahaman dan membawa kebermanfaatan bagi si penutur maupun lawan tutur.

Pengungkapan tuturan Gadis OKI (Ogan Komering Ilir) sangat menarik untuk ditelisik dalam ranah pragmatik. Dalam ranah pragmatik, prinsip kesopanan ditunjukkan melalui enam maksim, seperti halnya yang diungkapkan oleh Leech, yaitu Maksim Menjaga Perasaan (Tact Maxim), Maksim Kemurahan Hati (Generosity Maxim), Maksim Memberikan Persetujuan (Approbation Maxim), Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim), Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim), Maksim Simpati (Sympathy Maxim).

Dalam hal ini, penulis memberikan contoh  bahwa terdapat enam maksim dalam salah satu cerita rakyat Ogan Komering Ilir, yaitu Putri Jari Sakti (sumber “Cerita Rakyat Ogan Komering Ilir” yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ilir). Cerita ini mengisahkan seorang gadis OKI yang bernama Putri Jari Sakti yang memiliki paras rupawan, serta memiliki kesaktian pada jari-jemarinya. Sisa lain dari Putri Jari Sakti ialah sangat rajin membantu kedua orang tuanya untuk menjemur padi di pinggiran sungai. Perlu diketahui bahwa rumah-rumah-rumah penduduk di OKI mayoritas berada di pinggiran sungai, dan rata-rata mata pencaharian ialah dari hasil Bertani. Hasil pertanian ini akan dibarter dengan kebutuhan lainnya, misalnya pakaian dan kain songket. Adapun transportasi di masa itu hanya menggunakan perahu, termasuklah para pedagang yang berasal dari Palembang menjual barang dagangannya dengan menggunakan perahu.

Peristiwa tuturan yang terdapat dalam cerita Putri Jari Sakti, dimulai dari pemuda yang berasal dari Palembang menawarkan barang dagangannya kepada sang putri. Dari peristiwa tutur tersebut kita bisa menemukan enam maksim Dimulai dari tuturan sang pemuda kepada Putri Jari Sakti yang termasuk dalam maksim Menjaga Perasaan atau bisa dikategorikan Maksim Kebijaksanaan, “Maaf kisanak, saya datang dari Palembang untuk menawarkan beberapa potong pakaian dengan beras atau masih padi pun tidak apa-apa”. Dalam hal ini si pemuda memulai dari kata “maaf” yang mencirikan bahwa seseorang tersebut menjaga perasaan target lawan tuturnya, serta tidak egois dengan hanya mempromosikan barang dagangannya saja. Akan tetapi, menawarkan keuntungan juga bagi dagangan lawan tuturnya. Selanjutnya, Putri Jari Sakti merespon, “Maaf Tuan, kalau boleh saya tahu pakaian apa yang Tuan bawa ke daerah ini?”. Respon tuturan yang diperlihatkan oleh Putri Jari Sakti membalas maksim Menjaga Perasaan dengan hal serupa, serta menunjukkan sikap kemurahan hatinya (Maksim Kemurahan Hati) dengan mempertimbangkan terlebih dahulu barang yang akan ditawarkan oleh mitra tutur, jadi tidak serta merta langsung ditolak dikarenakan lawan tutur bukan berasal dari daerah yang sama.

Selanjutnya, si pemuda menjawab dengan berasas maksim Persetujuan untuk memerincikan barang yang dia bawa, serta secara tidak langsung menimbulkan Maksim Rendah Hati, seperti penggalan percapakan, “yang saya bawa pakaian jadi, serta beberapa potong kain songket hasil kerajinan keluarga saya”. Bila kisanak mau mencoba dan melihat-lihat akan saya ambilkan di perahu”. Kutipan tuturan tersebut menggambarkan sosok pemuda ini menyetujui permintaan Sang Putri untuk menyebutkan secara khusus barang yang dia bawa, yaitu ‘pakaian jadi’ dan kain songket khas Palembang yang dibuat sendiri oleh keluarga mereka. Setelah itu, Putri Jari Sakti merespon dengan ucapan “Oh iya…apa boleh saya melihat pakaian apa yang Tuan bawa?” hal ini termasuk maksim Persetujuan dan mengarah kepada maksim Kesepakatan setelah mitra tutur kembali merespon “Kalau Kisanak berminat, saya tidak keberatan memberikan kepada kisanak dua kaleng beras dan atau 3 kaleng padi untuk satu potong kain songket, serta 4 kaleng beras untuk kain dan baju”.

Tawar menawar dilakukan oleh pemuda dengan Putri Jari Sakti, sebelum final dicapainya kesepakatan, si pemuda menerapkan maksim simpati. Dia (Putri Jari Sakti) mengambil kebaya yang berwarna putih sutra. Pemuda itu semakin berdecak kagum saat melihat sang putri mencoba dan mencocokkan pakaian di tubuhnya yang semampai. Hati pemuda tersebut semakin berdetak tak menentu, “Maaf kisanak, yang itu telah dipesan orang lain. Bagaimana kalau yang warna merah hati. Tapi…kalau yang ini dapat ditukar dengan padi lima kaleng, maaf yang ini terbuat dari jenis sutra” imbuh pemuda tersebut. Peristiwa tutur ini sangat mengedepankan prinsip kesopanan di dalam berniaga, di mana kedua belah pihak saling menguntungkan dan tidak ada yang dirugikan baik secara ucapan maupun secara materi.

Berdasarkan hal yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip kesopanan wajib diterapkan dalam peristiwa tutur, di mana prinsip kesopanan tersebut direalisasikan dalam wujud maksim-maksim, yaitu Maksim Menjaga Perasaan, Maksim Kemurahan Hati, Maksim Persetujuan, Maksim Kerendahan Hati, Maksim Kesepakatan, dan Maksim Simpati. Lebih lanjut, maksim-maksim tersebut telah dapat dilihat dalam tuturan gadis OKI dengan mitra tutur nya, yaitu Putri Jari Sakti dengan Pedagang yang berasal dari Palembang. Oleh sebab itu, cerita rakyat yang merupakan bagian dari sastra lisan harus tetap dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir minimnya pengetahuan dan kurangnya kebanggaan terhadap budaya yang menjadi ciri khas tempat mereka tinggal.

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments

Powered by Blogger.