Tak Indahkan Instruksi Presiden, Anggaran Perjalanan Dinas Bappeda OKI Diduga Jadi Ladang Korupsi
OGAN KOMERING ILIR, oganpost.com - Saat pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan penghematan anggaran belanja operasional melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, justru Bappeda Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terkesan “tuli” dan masa bodoh.
Alih-alih memangkas anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen sebagaimana mandat Inpres, Bappeda OKI hanya menurunkan anggaran 13 persen dari tahun sebelumnya. Total anggaran perjalanan dinas 2025 justru masih tembus di angka Rp1.174.408.000. Rinciannya: Perjalanan dinas luar kota Rp1.062.758.000 dan Perjalanan dinas dalam kota Rp111.650.000
Ironisnya, komponen perjalanan dinas dalam kota justru naik lebih dari dua kali lipat, dari Rp46 juta di tahun 2024 menjadi Rp111 juta di tahun 2025. Di tengah tuntutan efisiensi nasional, angka perjalanan dinas yang tetap tinggi menimbulkan kesan bahwa upaya penghematan belum menjadi prioritas di tubuh Bappeda OKI.
Lebih Ironis lagi, lembaga perencana pembangunan ini justru menunjukkan pola komunikasi yang tidak terencana,tertutup, pasif, dan seolah alergi pada transparansi. Berulang kali wartawan oganpost.com mengkonfirmasi Kepala Bappeda OKI baik secara daring maupun luring tetap bungkam. Sepertinya, butuh pergeseran untuk pejabat yang fobia terhadap wartawan.
M. Salim Kosim, S.IP, Ketua Pusat Riset Kebijakan dan Pelayanan Masyarakat (PRISMA), menyayangkan sikap Bappeda OKI yang tidak sejalan dengan semangat efisiensi dan akuntabilitas keuangan negara sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
“Instruksi Presiden bukan sekadar arahan, tapi dasar hukum pelaksanaan kebijakan nasional yang wajib diindahkan oleh seluruh pemda. Jika pemerintah daerah, apalagi lembaga perencana seperti Bappeda, justru mengabaikannya, maka ini bukan hanya maladministrasi, tapi bentuk pembangkangan administratif,” kata Salim Jumat (25/7/)
Salim menekankan bahwa postur anggaran perjalanan dinas Bappeda OKI tidak mencerminkan prinsip ‘value for money’ dalam pengelolaan keuangan negara. Besaran belanja dinas yang tetap tinggi, terutama pada perjalanan dalam kota, dinilai sebagai bentuk inefisiensi struktural yang melemahkan kepercayaan rakyat.
“Kita sedang bicara tentang uang rakyat, bukan anggaran pribadi. Setiap rupiah harus dipertanggungjawabkan tidak hanya secara administratif, tapi secara moral,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, setiap pengeluaran negara wajib dilakukan secara ekonomis, efisien, dan transparan.
“Ketika perjalanan dinas dalam kota melonjak dua kali lipat di tengah perintah efisiensi nasional, maka patut dipertanyakan apa urgensinya dan bagaimana proses perencanaan anggaran itu disusun. Apakah berdasarkan kebutuhan pelayanan publik, atau kepentingan internal?” ucap Salim.
Lebih lanjut, Salim menyayangkan sikap diam Bappeda OKI ketika dikonfirmasi media, yang justru memperkuat kesan tertutup dan tidak siap menghadapi akuntabilitas.
“Badan publik memiliki kewajiban konstitusional untuk menjawab pertanyaan publik, apalagi terkait penggunaan APBD. Ini diatur jelas dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Pasal 3 UU Pers No. 40 Tahun 1999,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa akses terhadap informasi publik bukan bonus dari pemerintah, tapi hak dasar warga negara dalam sistem demokrasi.
“Kalau lembaga publik justru bersikap pasif, tertutup, bahkan menolak dikonfirmasi, maka itu adalah bentuk pelanggaran prinsip keterbukaan dan pelecehan terhadap demokrasi,” tambah Salim.
Di akhir pernyataannya, PRISMA mendorong pengawasan ketat oleh lembaga pengawas internal dan eksternal, serta evaluasi menyeluruh terhadap pola belanja Bappeda OKI yang dinilai tidak relevan dengan prioritas nasional.
“Efisiensi anggaran adalah bagian dari reformasi birokrasi. Kalau belanja tidak berubah, budaya tertutup tetap dipelihara, dan aturan pusat diabaikan, maka yang sedang dijaga bukan pembangunan, tapi kenyamanan dan kepentingan segelintir orang,” pungkasnya (RIO)

%20oki.png)
No comments