Pupuk Indonesia Akui Masih Ada Penyelewengan Pupuk Bersubsidi
SVP Corporate Secretary PT Pupuk Indonesia (Persero) Wijaya Laksana mengakui masih ada praktik penyelewengan pupuk subsidi di masyarakat. (ANTARA FOTO/Eric Ireng/Asf/mes/14.)
JAKARTA -- SVP Corporate Secretary PT Pupuk Indonesia (Persero) Wijaya Laksana mengakui masih ada praktik penyelewengan pupuk subsidi di masyarakat. Ia mengatakan penyelewengan itu terjadi setelah pupuk keluar dari kios. Oleh karena itu, pihaknya tidak bisa langsung menindak tegas. Pasalnya, jika pupuk subsidi sudah keluar dari kios, pihaknya tidak bisa mengontrol.
"Penyelewengan itu banyak terjadi setelah pupuk keluar dari kios. Artinya, kami gak bisa tahu pasti sebetulnya yang beli pupuk ini orang ini (oknum pelaku) atau tidak. Jadi kemudian oleh oknum itu apakah pupuk itu betul dia pakai (atau jual lagi)," kata Wijaya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (13/3).
Ia mengklaim beberapa waktu belakangan pihaknya menyelidiki kasus tersebut ke Ngawi, Jawa Timur. Di sana, Pupuk Indonesia menemukan penimbunan pupuk subsidi yang akan dijual lagi ke petani dengan harga yang lebih mahal.
Menurut Wijaya, untuk meminimalisir hal serupa terulang kuncinya ada di pendataan. Dengan begitu, pihaknya bisa mengetahui siapa saja yang mengambil pupuk subsidi di kios lengkap dengan jumlahnya.
Oleh karena itu, Pupuk Indonesia pun mengimplementasikan aplikasi Retail Management System (RMS) atau Rekan. Sistem digitalisasi ini dapat mempermudah dan mempercepat kios dalam memproses penjualan pupuk, baik retail, komersil maupun pupuk bersubsidi.
"Jadi kami buat sistem namanya Retail Management System, namanya Rekan, aplikasi yang dipasang di setiap distributor dan kios untuk memudahkan tracking barang keluar-masuk, kebutuhan daerah, dan petani yang ambil barang," kata Wijaya.
Ia mengklaim, sistem ini sudah berjalan di Bali dan Aceh dan relatif tertib. Ia berharap kelak implementasi Rekan bisa dilakukan di semua daerah di daerah.
Tak hanya itu, Wijaya juga mengatakan saat ini pihaknya berencana untuk memasang alat pelacak semacam chip yang bisa ditempel di karung. Dengan begitu, pihaknya bisa mengetahui ke mana pupuk yang sudah dibeli masyarakat dari kios.
"Kamu harapkan ini juga bisa segera diimplementasikan," katanya.
Pada pertengahan tahun lalu, polisi membongkar kasus dugaan penyalahgunaan pupuk bersubsidi yang terjadi di sembilan kabupaten wilayah Jawa Timur (Jatim). Total barang bukti yang disita yaitu 279,45 ton pupuk.
Saat itu, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta menjelaskan terdapat 21 orang yang ditangkap oleh penyidik berdasarkan 14 laporan polisi berbeda.
Tersangka sebanyak 21 orang, di dalam prosesnya tiga di antaranya ditangani Ditreskrimsus Polda Jatim, bahwa ini berada di 9 Kabupaten, Banyuwangi, Jember, Nganjuk, Ngawi, Ponorogo, Tuban, Blitar, Sampang dan Lamongan," kata Nico dalam keterangan tertulis.
Dalam kasus ini, penyelidikan sudah dilakukan sejak Januari hingga April 2022 lalu. Polisi menduga terdapat penyimpangan dalam ketersediaan pupuk, proses distribusi, dan pemberian harga.
Modus operandi yang dilakukan ialah para tersangka membeli pupuk bersubsidi dan mengganti bungkus sak dengan non subsidi. Harga penjualan pupuk itu pun jauh di atas yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp115 ribu.
Menurutnya, terdapat beberapa petani yang membeli pupuk dari tersangka dengan harga bervariasi mulai Rp160 ribu hingga Rp200 ribu.
"Modus kedua, menjual dengan harga eceran tertinggi, kadang-kadang petani sangat butuh akan membeli padahal ini tidak boleh. Sedangkan modus lain, mengelabui petugas dengan cara menjual pupuk di luar wilayah area," jelasnya.
Para tersangka yang diamankan juga hendak mengirim pupuk bersubsidi itu ke Kalimantan Timur dengan menggunakan kapal.(CNN Indonesia)
No comments